DOWNLOAD FILE DIBAWAH INI
Klik Iklan dibawah ini dan Link Download akan terbuka
Teori Berguru Behavioristik
- Hallo sahabat BIMBEL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI - Bimbel Masuk PTN, SBMPTN, Karantina Simak UI, Supercamp, Pada Artikel kali ini mudah-mudahan membantu anda, artikel ini berjudul Teori Berguru Behavioristik, kami telah membuat artikel ini dengan baik dan mudah di pahami untuk anda baca sebagai informasi didalamnya juga yang terpenting semoga bermanfaat. mudah-mudahan isi postingan Artikel bimbel masuk ptn, Artikel Pembelajaran, Artikel Pembelajaran2, Artikel SBMPTN, Artikel ujian nasional, Artikel unbk, yang kami tulis ini dapat dengan anda pahami. baiklah, selamat membaca.Judul : Teori Berguru Behavioristik
link : Teori Berguru Behavioristik
Klik Iklan dibawah ini dan Link Download akan terbuka
Teori Berguru Behavioristik
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
![]() |
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK |
A. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik, berguru yaitu perubahan tingkah laris sebagai akhir adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, berguru merupakan bentuk perubahan yg dialami siswa dalam hal kemampuannya utk bertingkah laris dgn cara yg gres sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah berguru sesuatu kalau ia sanggup memperlihatkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori behavioristik, berguru yaitu perubahan tingkah laris sebagai akhir adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, berguru merupakan bentuk perubahan yg dialami siswa dalam hal kemampuannya utk bertingkah laris dgn cara yg gres sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah berguru sesuatu kalau ia sanggup memperlihatkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yg paling penting yaitu input (masukan) yg berupa stimulus dan output (keluaran) yg berupa respon. Menurut toeri ini, apa yg tejadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan lantaran tidak sanggup diamati dan tidak sanggup diukur. Yang sanggup diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh alasannya itu, apa saja yg diberikan guru (stimulus) dan apa yg dihasilkan siswa (respon), semuanya harus sanggup diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, alasannya pengukuran merupakan suatu hal yg penting utk melihat terjadinya perubahan tungkah laris tersebut. Faktor lain yg juga dianggap penting yaitu faktor penguatan. Penguatan yaitu apa saja yg sanggup memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yg penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) utk memungkinkan terjadinya respon.
Tokoh-tokoh aliran teori belajar behavioristik diantaranya:
1. Thorndike
Menurut thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan perubahan tingkah laris merupakan akhir dari kegiatan belajar yg berwujud konkrit yaitu sanggup diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak sanggup diamati. Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme (connectinism).
2. Watson
Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik yg datang setelah Thorndike. Menurutnya, belajar yaitu proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yg dimaksud harus berbentuk tingkah laku yg dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal -hal tersebut sebagai faktor yg tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum lantaran tidak sanggup diamati.
Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dgn ilmu -ilmu lain seperti fisika atau biologi yg sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh sanggup diamati dan sanggup diukur. Asumsinya bahwa, hanya dgn cara demikianlah maka akan sanggup diramalkan perubahan-perubahan apa yg bakal terjadi setelah seseorang melakukan tindak belajar. Pemikiran Watson (Collin, dkk: 2012) sanggup digambarkan sebagai berikut:

Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yg dimaksud harus berbentuk tingkah laris yg sanggup diamati dan sanggup diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yg tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu penting, namun semua itu tidak sanggup menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum lantaran tidak sanggup diamati. Jadi, Para tokoh aliran behavioristik cenderung utk tidak memperhatikan hal -hal yg tidak dapat diukur dan tidak dapat diamati, seperti perubahan -perubahan mental yg terjadi saat belajar, walaupun demikian mereka tetap mengakui hal itu penting.
3. Clark Hull
Clark Hull juga memakai variable hubangan antara stimulus dan respon utk menjelaskan pengertian wacana belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Baginya, menyerupai teori evolusi, semua fungsi tingkah laris bermanfaat terutama utk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh alasannya itu, teori ini menyampaikan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis yaitu penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh potongan manusia, sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dgn kebutuhan biologis,walaupun respon yg akan muncul mungkin sanggup majemuk bentuknya.
4. Edwin Guthrie
Demikian juga Edwin, ia juga memakai variabel stimulus dan respon. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berafiliasi dgn kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana Clark Hull. Ia juga mengemukakan, semoga respon yg muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diharapkan banyak sekali macam stimulus yg berafiliasi dgn respon tersebut.
5. Skinner
Skinner merupakan tokoh behavioristik yg paling banyak dipebincangkan, konsep-konsep yg dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yg dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia bisa menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun sanggup memperlihatkan konsepnya wacana belajar secara lebih komprehensif.
Menurut Skinner, kekerabatan antara stimulus dan respon yg terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya akan menimbu lkan perubahan tingkah laku. Pada dasarnya stimulus-stimulus yg diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus -stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yg akan diberikan. Demikian juga dgn respon yg dimunculkan inipun akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yg pada gilirannya akan mempengaruhi atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, utk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami kekerabatan antara stimulus satu dgn lainnya, serta memahami respon yg mungkin dimunculkan dan banyak sekali konsekuensi yg mungkin akan timbul sebagai akhir dari respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dgn memakai perubahan-perubahan mental sebagai alat utk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yg digunakan perl u klarifikasi lagi, demikian seterus nya.
Pandangan teori berguru behavioristik ini cukup lama dianut oleh para guru dan pendidik. Namun dari semua pendukung teori ini, teori Skinerlah yg paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program -program pembelajaran menyerupai Teaching Machine , Pembelajaran berprogram, modul, dan jadwal -program pembelajaran lain yg berpijak pada konsep hubungan stimulus –respons serta mementingkan faktor -faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yg menerapkan teori belajar yg dikemukakan oleh Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena sering kali tidak bisa menjelaskan situasi belajar yg kompleks, alasannya banyak variable atau hal-hal yg berkaitan dgn pendidikan dan/atau belajar yg tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Contohnya, seorang siswa akan sanggup belajar dgn baik setelah diberi stimulus tertentu. Tetapi setelah diberi stimulus lagi yg sama bahkan leb ih baik, ternyata siswa tersebut tidak mau belajar lagi. Di sinilah persoallannya, ternyata teori behavioristik tidak bisa menjelaskan alasan -alasan yg mengacaukan kekerabatan antara stimulus dan respon ini. Namun teori behavioristik dapat mengganti stimulu s satu dgn stimulus lainnya dan seterusnya hingga respon yg diinginkan muncul. Namun demikian, persoallannya yaitu bahwa teori behavioristik tidak sanggup menjawab hal -hal yg menimbulkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yg diberikan dgn re sponnya.
Sebagai conto, motivasi sangat berpengaruh dalam proses belajar. Pandangan behavioristik menjelaskan bahwa banyak siswa termotivasi pada kegiatan-kegiatan di luar kelas (bermain video-game, berlatih atletik), tetapi tidak termotivasi mengerjakan tugas-tugas sekolah. Siswa tersebut mendapat pengalaman penguatan yg kuat pada kegiatan -kegiatan di luar ajaran, tetapi tidak mendapat penguatan dalam kegiatan belajar di kelas.
Pandangan behavioristik tidak sempurna, kurang sanggup menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yg sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yg mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yg relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pel ajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yg dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yg mempertemukan unsur -unsur yg diamati tersebut.
Teori berguru behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa utk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan siswa utk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yg berpengaruh dalam hidup ini yg mempengaruhi proses belajar. Jadi pengertian belajar tidak sesederhana yg dilukiskan oleh teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan belajar. Namun apa yg mereka sebut dgn penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa utk bebas berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie eksekusi memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dgn Guthrie, yaitu;
1) Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat se mentara.
2) Dampak psikologis yg buruk mungkin akan terkondisi (menjadi potongan dari jiwa si terhukum) bila eksekusi berlangsung lama.
3) Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman sanggup mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yg kadangkala lebih jelek dari pada kesalahan yg diperbuatnya.
B. Hukum Belajar Berdasarkan Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yg memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yg dikuasai individu.
Beberapa aturan belajar yg dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1) Connectionism ( S-R Bond) berdasarkan Thorndike.
Dari eksperimen yg dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1. Law of Effect; artinya bahwa kalau sebuah respons menghasilkan imbas yg memuaskan, maka kekerabatan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan imbas yg dicapai respons, maka semakin lemah pula kekerabatan yg terjadi antara Stimulus- Respons.
2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada perkiraan bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menjadikan kecenderungan yg mendorong organisme utk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3. Law of Exercise; artinya bahwa kekerabatan antara Stimulus dgn Respons akan semakin bertambah erat, kalau sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2) Classical Conditioning berdasarkan Ivan Pavlov
Dari eksperimen yg dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1. Law of Respondent Conditioning yakni aturan adaptasi yg dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yg salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni aturan pemusnahan yg dituntut. Jika refleks yg sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3) Operant Conditioning berdasarkan B.F. Skinner
Dari eksperimen yg dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1. Law of operant conditining yaitu kalau timbulnya sikap diiringi dgn stimulus penguat, maka kekuatan sikap tersebut akan meningkat.
2. Law of operant extinction yaitu kalau timbulnya sikap operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan sikap tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yg dimaksud dgn operant yaitu sejumlah sikap yg membawa imbas yg sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh imbas yg ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri intinya yaitu stimulus yg meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya menyerupai dalam classical conditioning.
4) Social Learning berdasarkan Albert Bandura
Teori berguru sosial atau disebut juga teori observational learning yaitu sebuah teori berguru yg relatif masih gres dibandingkan dgn teori-teori berguru lainnya. Berbeda dgn penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akhir reaksi yg timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dgn denah kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar berguru berdasarkan teori ini, bahwa yg dipelajari individu terutama dalam berguru sosial dan susila terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian conto sikap (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pertolongan reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan menetapkan sikap sosial mana yg perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yg membuatkan teori berguru behavioristik ini, menyerupai : Watson yg menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dgn teorinya yg disebut Contiguity Theory yg menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak harmonis (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dgn teori pengurangan dorongan.
Dari beberapa tokoh teori behavioristik Skinner merupaka tokoh yg paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori behavioristik.
Aliran psikologi berguru yg sangat besar mempengaruhi pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini yaitu aliran behavioristik. Karena aliran ini menekankan pada terbentuknya sikap yg tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dgn model kekerabatan stimulus-responnya, mendudukkan orang yg berguru sebagai individu yg pasif. Respon atau sikap tertentu sanggup dibuat lantaran dikondisi dgn cara tertentu dgn memakai metode drill atau adaptasi semata. Munculnya sikap akan semakin kuat bila diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Teori ini hingga kini masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dgn terang pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, menyerupai Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan hingga di Perguruan Tinggi, pembentukan sikap dgn cara drill (pembiasaan) disertai dgn reinforcement atau eksekusi masih sering dilakukan. Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yg ada di dunia konkret telah terstruktur rapi dan teratur, sehingga siswa atau orang yg berguru harus dihadapkan pada aturan-aturan yg terang dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dgn penegakan disiplin.
Berdasarkan uraian di atas, Inti dari teori berguru behavioristik, yaitu
1. Belajar yaitu perubahan tingkah laku.
2. Seseorang dianggap telah berguru sesuatu kalau ia telah bisa memperlihatkan perubahan tingkah laku.
3. Pentingnya masukan atau input yg berupa stimulus dan keluaran yg berupa respon .
4. sesuatu yg terjadi diantara stimulus dan respon tidak dianggap penting sebab tidak bisa diukur dan diamati.
5. Yang bisa di amati dan diukur hanya stimulus dan respon.
6. Penguatan yaitu faktor penting dalam belajar.
7. Bila penguatan ditambah maka respon akan semakin kuat , demikian juga kalau respon dikurangi maka respon juga menguat.
B. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yg sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikkan dan pembelajaran hingga kini yaitu aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yg tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dgn model kekerabatan stimulus -responnya, mendudukkan orang yg berguru sebagai individu yg pasif. Respons atau sikap tertentu sanggup dibuat lantaran dikondisi dgn cara tertentu dgn menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement, dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah -istilah seperti hubungan stimulus -respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil belajar yg tampak, pembentukan perilaku (shaping ) dgn penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yg sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga kini masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dgn jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, menyerupai Kelompok bermain, Taman Kanak -kanak, Sekolah-Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dgn cara drill (pembiasaan) disertai dgn reinforcement atau eksekusi masih sering dilakukan Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi ajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yg tersedia. Pembelajaran yg dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dgn rapi, sehingga berguru yaitu perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yg belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yg sama terhadap pengetahuan yg diajarkan. Artinya, apa yg dipahami oleh pengajar atau guru itulah yg harus dipahami oleh murid.
Fungsi mind atau pikiran yaitu utk memalsukan struktur pengetahuan yg sudah ada melalui proses berpikir yg dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yg dihasilkan dari proses berpikir menyerupai ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yg ada di dunia konkret telah tersetruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yg berguru harus dihadapkan pada aturan-aturan yg jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dgn penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yg perlu dihukum, dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk sikap yg pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau siswa yaitu obyek yg harus berperilaku sesuai dgn aturan, sehingga kontrol berguru harus dipegang oleh sistem yg berada di luar diri siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yg menuntut siswa utk mengungkapkan kembali pengetahuan yg sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi aliran menekankan pada ketrampilan yg terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dgn pemfokusan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Thorndike (Schunk, 2012) kemudian merumuskan kiprah yg harus d ilakukan guru dalam proses pembelajaran, yaitu:
1. Membentuk kebiasaan siswa. Jangan berharap kebiasaan itu akan terbentuk dgn sendirinya
2. Berhati hati jangan smpai membentuk kebiasaan yg nantinya harus diubah. Karena mengubah kebiasaan yg telah terbent uk yaitu hal yg sangat sulit.
3. Jangan membentuk dua atau lebih kebiasaan, jika satu kebiasaan saja sudah cukup
4. Bentuklah kebiasaan dgn cara yg sesuai dgn bagaimana kebiasaan itu akan digunakan.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan berguru ditekankan sebagai acara “mimetic” yg menuntut siswa utk mengungkapkan kembali pengetahuan yg sudah dipelajari. Penyajian materi aliran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan penilaian menekankan pada hasil, dan penilaian menuntut satu tanggapan yg benar. Jawaban yg benar memperlihatkan bahwa siswa telah menuntaskan kiprah belajarnya.
Pada jaman modern ini, aplikasi teori belajar behavioristik berkembang pada pembelajaran dgn powerpoi nt dan multimedia. Dalam pembelajaran dgn powerpoint , pembelajaran cenderung terjadi satu arah. Materi disampaikan dalam bentuk powerpoint yg telah disusun secara rinci. Sementara itu pada pembelajaran dgn multimedia, siswa diharapkan memiliki pema haman yg sama dgn pengembang, materi disusun dgn perencanaan yg rinci dan ketat dgn urutan yg jelas, latihan yg diberikan pun cenderung memiliki satu jawaban benar. Feedback pada pembelajaran dgn multimedia cenderung diberikan sebagai penguatan dalam setiap soall, hal ini serupa dgn jadwal pembelajaran yg pernah dikembangkan Skinner (Collin, 2012), dimana Skinner mengembangkan model pembelajaran yg disebut “teaching machine” yg menawarkan feedback kepada siswa bila menawarkan tanggapan benar dalam setiap tahapan dari pertanyaan test, bukan sekedar feedback pada simpulan test.
DOWNLOAD FILE DIBAWAH INI
Klik Iklan dan Link Download akan terbuka
Demikianlah Artikel Teori Berguru Behavioristik
Jangan lupa juga untuk klik iklan berikut
untuk terus mendukung keberlangsungan blog ini,
Sekian artikel Teori Berguru Behavioristik kali ini, mudah-mudahan bisa memberi informasi dan manfaat untuk anda semua. baiklah, jangan lupa komentar dibawah, beri masukan untuk kami supaya kami tetap semangat dan terus berkarya, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Teori Berguru Behavioristik dengan alamat link https://www.bimbelmasukptn.co.id/2008/12/teori-berguru-behavioristik.html
0 Response to "Teori Berguru Behavioristik"
Posting Komentar